Matematika | Info Pendidikan | Teknologi

Senin, 04 September 2017

Sepenggal Kisah SM-3T di Papua: "Menggapai Mimpi di Ujung Negeri"


Menggapai Mimpi di Ujung Negeri

Distrik Klayili, Kab. Sorong, Papua Barat

Sebagai seorang sarjana pendidikan yang baru lulus, keinginan terbesar saya adalah menjadi seorang pendidik, pastinya sebagai pendidik yang professional. Sebelumnya perkenalkan nama saya Slamet Riyadi, S.Pd dari Pulau Lombok, NTB. Saya di pertemukan dengan SM-3T dari internet. Banyak cerita menarik dari SM-3T angkatan sebelumya, cerita mereka sangat menyentuh melihat kondisi pendidikan di daerah pedalaman. Terlebih selesai mengajar satu tahun di daerah 3T, peserta diberikan beasiswa PPG (Pendidikan Profesi Guru) berasrama. Hal itu membuat saya semakin tertarik. Saya akhirnya memutuskan untuk mendaftar. SM-3T (Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) merupakan salah satu program MBMI (Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia) di bawah Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (RISTEK DIKTI).
Saya resmi menjadi peserta SM-3T angkatan V di Unversitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Bali setelah mengikuti semua proses seleksi. Namun sebelum berangkat ke daerah tugas, kami mengikuti prakondisi selama dua minggu sebagai bekal di daerah 3T. Yang paling kami nantikan dari prakondisi ini yaitu daerah penempatan. Kami bertanya-tanya dimana kami akan ditempatkan, dipikiran saya tentu daerah yang paling terpencil dengan akses serba sulit. Diakhir prakondisi barulah diumumkan daerah penempatan, kami sebanyak 24 0rang mendapat penempatan di kabupaten sorong provinsi papua barat. Sisanya sebnayak 30 orang mendapat penempatan di kabupaten Ende, NTT. Sore tanggal 19 Agustus 2016 kami berangkat dari Bandara Ngurah Rai Denpasar menggunakan pesawat Garuda, transit di Bandara Sultan Hasanudin, dan pagi subuh dilanjutkan penerbangan ke Bandara Domine Edward Osok Kota Sorong .
Kamis 20 Agustus 2016 adalah hari pertama saya menginjakkan kaki di Tanah Papua. Bersama dengan utusan dari dinas pendidikan kami diantar menuju kabupaten Sorong untuk serah terima. Serah terima berlangsung di LPTQ kabupaten sorong sekaligus pembagian lokasi sekolah tempat tugas. Saya mendapat tempat penugasan di SMPN Satu Atap Klayili, Kampung Klayili, Distrik Klayili. Selesai kegiatan di LPTQ kami diantar lagi ke tempat yang menjadi sekretariat kami. Tanggal 24 Agustus menjelang magrib saya dan dua orang teman seperjuangan yaitu Nur wibowo, S.Pd (Universitas Pendidikan Ganesha) dan Erman Primadi, S.Pd (Universitas Negeri Padang) di jemput kepala sekolah untuk dibawa ke tempat tugas. Meskipun malam itu hujan, namun kami tetap melaju ke tempat pengabdian. Suasana mulai berubah ketika meninggalkan daerah yang ramai, mobil terus melaju memasuki jalan tanah merah, membelah hutan sejauh ±30 km, seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan disana. Sekitar jam 9 malam, kami sampai di kampung tujuan, kampung yang akan menjadi tempat pengabdian selama 1 tahun. Kedatangan kami disambut oleh RT setempat, dan beberapa warga sekiar. Kami diberikan satu rumah di tengah kampung untuk kami tempati selama 1 tahun.
Kampung Klayili merupakan pusat distrik (kecamatan) yang dikelilingi oleh hutan dan perbukitan, letaknya di lembah membuat daerah ini tidak bisa mendapat sinyal operator seluler. Untuk bisa mendapatkan sinyal, kami harus naik bukit yang biasa disebut bukit sinyal. Penerangan di daerah menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang mampu menerangi satu kampung. Namun setelah 6 bulan berada di tempat itu PLTS rusak dan sampai tugas berakhir tak kunjung diperbaiki. Akhirnya membuat satu kampung jadi gelaap.
Sekolah di kampung ini ada dua sekolah, yaitu SD Inpres 06 Kabupaten Sorong, dan SMP yang masih satu bangunan dengan SD yaitu SMPN Satu Atap Klayili. Kampung ini juga sudah memiliki puskesmas, dan 1 gereja. Masyarakat di kampung ini hanya mengaharapkan air bersih dari dua kali besar yang mengapit kampung ini
Masyarakat di kampung ini merupakan penduduk asli Papua suku Moi. Suku Moi dikenal sebagai suku yang paling ramah dan lembut jiwanya di Papua. Mereka sangat mengedepankan gotong royong dan kekeluargaan terlebih lagi masyarakaat disini sangat taat menjalani agama, 100% masyarakat kampung ini beragama Kristen Protestan. Walaupun kami beragama Islam tapi masyarakat disini sangat menghormati kami yang menjadi guru, mereka sangat bersyukur ada guru yang mau bertugas di daerah terpencil di tengah hutan. Kami selalu diantarkan sayur, begitu juga ketika musim buah-buahan
Bersama 2 orang teman SM-3T kami mengajar di dua sekolah tersebut, saya mendapatkan tugas untuk mengajar SMP mengampu mata pelajaran matematika dan PKN serta menjadi wali kelas VIII.  Sesekali mengajar di SD jika ada guru yang tidak hadir. Siswa SMP berjumlah 31 orang dengan rincian, kelas VII sebanyak 5 orang, kelas VIII sebanyak 9 orang dan kelas IX sebanyak 17 orang. Guru yang bertugas di SMP 3 orang PNS dan 3 orang GTT, ditambah 2 orang SM-3T jadi berjumlah 8 orang.  
Diawal kedatangan kami, kondisi siswa sangat memperhatinkan terutama pada kedisplinan, semangat belajar yang rendah, kerapian, dan kebersihan. Kepedulian tentang pendidikan di papua khususnya di Distrik Klayili biasa dikatakan rendah, karena orang tua masih mementingkan kehidupan mereka seperti lebih memilih menyuruh siswa ke kebun daripada masuk sekolah. Beberapa guru juga terkadang jarang di tempat tugas membuat siswa datang dan berkelakuan semaunya tanpa ada kepedulian dari guru tetap disana. Untuk memperbaiki semua itu dibutuhkan kesabaran yang tinggi. Siswa SMP juga ada yang masih belum lancar membaca terlebih lagi berhitung.
Secara pelan-pelan kami memperbaiki kedisplinan siswa, siswa masuk sekolah jam 7.15 dan mulai belajar jam 7.30. Siswa juga diharuskan mandi setiap pagi, menggunakan seragam sesuai dengan ketentuan dan kerapian rambut. Setiap siswa yang melanggar dikenakan sanksi, dan panggilan orang tua untuk anak yang jarang masuk sekolah. Memasuki semester II kedisplinan dan kerapian anak-anak sudah mulai nampak. Belajar di kelas juga di buat mencoba untuk terus menciptakan proses belajar yang menyenangkan. Namun yang susah dirubah adalah guru yang malas. Kami guru SM-3T benar-benar harus mencurahkan tenaga dan pikiran, bagaimana merubah siswa-siswi kami.

Banyak kegiatan yang telah saya lakukan selama mengabdi di Distrik klayili ini, selain melaksanakan tugas pokok belajar mengajar, saya juga membantu membuat dan melengkapi administrasi sekolah, membenahi perpustakaan, mengajar komputer kepada rekan-rekan guru, serta mengajar membatik kepada siswa dan guru. Di masyarakat kami terlibat dalam berbagai kegiatan seperti acara adat, kerja bakti, pemeriksaan kesehatan bersama petugas setempat, acara keagamaan, dan kegiatan kampung lainnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar